Kamis, 12 Januari 2017

Cerita untuk Mama

Lama tidak bersua, Mama.

Seperti biasa. Aku masih tidak tahu tujuan hidupku, Ma.
Menurut Mama bagaimana? Selama ini........entahlah. Untuk terbangun di pagi hari esok dan memikirkan apa yang ingin aku lakukan pada hari itu.

Itu mungkin tujuan hidup dalam tempo yang singkat.

Dan akan terus aku lakukan sampai aku mati. Setidaknya aku harus mati dalam keadaan bahagia juga.

Ah. Kenapa aku jadi memikirkan hal – hal aneh pada malam yang larut pukul 3 subuh ini.

Ma, seperti biasa. Aku tumbuh menjadi orang yang sangat berbeda dari yang Mama kenal dulu. Entah Mama akan kecewa atau bangga melihatku sekarang.

Tapi satu hal yang pasti dan tidak akan berubah dari aku....

Aku tetaplah anak sok berani yang Mama lihat 6 tahun lalu.

Aku tetaplah perempuan yang tidak tahu harus berbuat apa selain menjadi baik kepada orang lain. Itupun aku masih tidak tahu apakah aku sudah pantas dikatakan sebagai manusia yang baik dimata orang –orang. Aku rasa belum.

Ah. Dan aku tetaplah perempuan yang masih bingung dalam memutuskan banyak hal. Aku takut memikirkan resiko –resiko dari setiap keputusan yang aku ambil. Aku rasa Mama sangat tahu sifatku yang satu ini.

Aku juga masih anak perempuan Mama, yang suka melihat beruang kutub, mawar biru, pesawat malam dan gaun pengantin. Hahaha ;)

Apalagi yah, Ma, yang masih tetap ada pada diriku? Yang membuat aku adalah aku?

Mungkin hanya itu yang bisa aku ingat.

Disatu sisi aku sudah berubah banyak, Ma. Mama boleh setuju atau tidak dengan apa yang akan aku katakan. Banyak sekali hal yang terjadi padaku selama Mama pergi.

Aku mulai mengerti, bahwa tidak seharusnya aku membiarkan kebiasaanku untuk menyimpan semua ceritaku sendiri. Mama benar. Aku punya teman, aku punya banyak orang disekitarku. Aku mulai sedikit terbuka dengan orang – orang yang dekat denganku sekarang. Mama tau sendiri, aku orang yang sangat tertutup atas apa yang sedang aku rasakan. Aku punya banyak teman hanya untuk diajak makan bareng, bermain, jalan – jalan, berfoto, camping dipantai, snorkling, dan lain – lain, tapi tidak untuk dijadikan teman berkeluh kesah. Padahal mereka selalu menceritakan apa yang mereka rasakan kepadaku, namun sebaliknya, aku tidak menunjukkan sikap yang sama.

Bagiku, menceritakan apa yang kita rasakan kepada orang lain, itu tidak ada gunanya, Ma. Tidak akan ada orang yang mengerti apa yang  kita rasakan selain diri kita sendiri. Bercerita kepada orang lain itu tidak ada gunanya. Begitu pikirku.

Tapi itu dulu, Ma.

Entahlah. Aku jadi sedikit lebih manja sekarang. Aku percaya bahwa orang lain diluar diri kita, tidak sejahat itu. Mereka memang tidak tahu rasanya menjadi diri kita, yang tertimpa segudang masalah. Tapi aku rasa, dengan mereka yang mau mendengarkan keluh kesah kita, menyediakan pundaknya sebagai tempat kita bersandar, memeluk kita disaat kita sedang menangis, adalah bentuk bahwa mereka sedang berusaha menjadi diri kita.

Aku tidak bisa menjanjikan banyak hal untuk membalas kebaikan mereka. Tapi jauh dilubuk hatiku, aku sangat bersyukur atas kehadiran orang – orang seperti ini dihidupku, Ma.

Sekarang aku sudah tidak terlalu tertutup dibandingkan aku yang sebelumnya. Lama – lama aku terbiasa dengan semua ini. Aku terlambat ya, Ma? Setelah dipikir – pikir, aku terlalu tertutup dengan Mama dulu. Aku tidak pernah mempercayakan Mama sebagai tempatku bercerita. Aku takut untuk membuka diri. Bagiku, apa yang aku rasakan cukup jadi urusanku seorang. Sampai Mama sakit dan pergi untuk menemani Tuhan, aku baru menyadari, betapa berharganya orang – orang disekitarku. Betapa salahnya aku yang tidak bisa menempatkan mereka sebagai orang yang mau mendengar keluh kesahku.

Aku sampai takut menyakiti mereka, meski aku sering melakukannya secara sadar atau tidak sampai detik ini. Aku takut mereka pergi. Aku takut kehilangan lagi.

Mama. Aku rasa Mama tahu bahwa aku bukan wanita yang baik. Aku masih jauh dari kata pantas untuk itu. Tapi Mama tahu kan, betapa sayangnya aku dengan apa yang aku punya saat ini? Aku benar – benar tidak paham bagaimana cara membahagiakan orang lain, termasuk membahagiakan Mama dulu. Kata Mama, Mama senang kalau aku menjadi dokter untuk menyelamatkan orang – orang yang sakit. Sekarang aku tidak mempelajariapa – apa tentang ilmu kedokteran. Aku malah memilih ilmu politik. Meski aku tidak menjadi dokter seperti yang Mama mau, aku tetap mengusahakan satu hal : aku tidak akan jatuh sakit.

Yah...meski saat ini aku masih sakit – sakitan. Flu, batuk, pusing, maag, sinus masuk angin, dan lain – lain. Hehe. 

Yang aku maksud dengan ‘tidak akan jatuh sakit’ adalah.....

Aku akan hidup bahagia agar tidak jatuh sakit. Aku akan menikah dengan laki – laki yang tahu cara membuatku tertawa dan tersenyum setiap hari. Aku kelak akan memiliki anak – anak yang lucu dan menghiburku setiap saat. Aku akan menjadi ibu yang pusing mengurus anakku yang tumbuh menjadi remaja, mulai mengenal dunia cinta – cintaan, mulai di ajak nakal dengan teman – teman sekitarnya, tapi aku bahagia dengan menjalani tugasku untuk membiarkannya menikmati masa mudanya tanpa lupa caranya menjadi orang baik. Anakku harus lebih baik dari aku, Ma.

Mama...
Semua pikiran yang menggangguku ini selalu ingin kucurahkan kepadamu. Aku sayang Mama.

Ah iya, 17 desember kemarin Mama ulang tahun. Selamat ulang tahun, Ma. Seperti biasa, aku sering terlambat mengucapkan ulang tahun ke Mama. Hahaha. Aku masih anak Mama yang buruk dalam mengingat tanggal penting. Mama masih ingat kan waktu SD dulu, aku bahkan lupa tanggal ulang tahunku sendiri? Dan aku dengan polosnya bertanya ke Mama kapan tanggal lahirku. Yang aku ingat hanyalah bulan kelahiranku April. Hahaha

Mama harus bahagia di hari ulang tahun Mama.

Karena di hari yang sama, aku juga bahagia, Ma.

Aku tidak tahu apakah kebahagiaan yang aku putuskan itu, akan mengantarkanku kepada jurang yang aku takuti, atau mengantarkanku kepada secarik senyuman yang selama ini aku nantikan.

Tapi, Ma....setelah aku pikir – pikir, setidaknya aku harus berusaha untuk mencapai bahagia yang aku impi-impikan itu. Setelah sebelumnya aku hanya diselimuti oleh kesedihan dan keraguan, aku memutuskan untuk bahagia di hari ulang tahun Mama.

Mama juga harus memutuskan untuk bahagia di ulang tahun Mama, yah.


3 am thought

Bisa jadi, aku tidak sebaik yang kau pikir. Entahlah

Aku merasa sangat tidak ada apa – apanya dibandingkan sederet wanita yang mungkin pernah kau lirik sekali-dua kali dan pernah terlintas dibenakmu untuk menjadikan mereka sebagai bagian dari dirimu.

Sedangkan aku? Aku tidak lebih dari ‘kecelakaan’ yang mungkin saja tidak kau harapkan. Kau terlihat seperti membayar semua kebersamaan yang terlanjur ada padahal jelas aku melihat dimatamu ada banyak keraguan untuk memilihku sebagai bagian dari dirimu.

Aku sedih setiap kali aku memikirkan betapa aku tidak dibutuhkan oleh orang – orang. Termasuk dirimu, mungkin.

Pikiran yang tidak – tidak ini akan selalu muncul. Kau terlihat bersusah payah untuk menumbuhkan rasa sayang yang jelas – jelas masih kita pertanyakan keberadaannya sampai detik ini. Semua makin diperparah dengan keraguanku yang muncul dan hilang seenaknya. Jika dinalar, kita sangat mudah hancur bukan?

Tapi ada satu hal yang membuatku selalu yakin padamu, diantara banyak keraguan yang kita takuti bersama : Kita bahagia. Dan kita sama – sama berusaha.

Sadar tidak? Atau hanya aku sendiri yang menyadarinya? 
Benar kata orang – orang, bahagia itu sederhana

Hanya dengan melakukan hal bodoh bersamamu, aku bahagia.

Hanya dengan mendengar kamu berbicara hal – hal aneh diluar nalar, aku bahagia.

Hanya dengan berkelahi denganmu, sampai akhirnya kita memilih untuk saling memaafkan dan memahami satu sama lain, aku bahagia.

Kamu tidak tahu dan mungkin tidak akan pernah tahu, betapa aku memikirkan satu hal ini : jangan – jangan hanya aku yang menikmati kebahagiaan ini sendirian sedangkan kamu tidak? Entahlah. Bisa saja kamu berpura – pura tertawa di depanku. Agak aneh memang. Tapi kamu sendiri ragu bukan terhadap perasaanmu? Di titik ini, aku merasa berjuang sendiri. Tidak ada satupun ucap kalimatmu yang membuatku yakin bahwa kamu juga berusaha, sekeras aku berusaha saat ini. Aku bahkan tidak tahu apakah kamu bahagia atau tidak denganku.


Ah. Sudahlah. Jika apa yang aku tulis sejauh ini, tidak lebih dari pikiran negeatif, setidaknya aku sudah membuangnya dan mencurahkan semuanya lewat tulisan.

Setelah ini, aku harap aku menjadi pribadi yang lebih tenang. Berhenti memikirkan hal – hal yang membuatku semakin takut.


Ingat, Ki. Ketakutan hanya membunuh semua keyakinan yang kamu coba bangun. Berbahagialah. 

Minggu, 01 Januari 2017

Butuh Waktu. Selamanya?

            Selalu ada celah untuk menghargai masa lalumu. Kadang sesuatu disekitar kita mengingatkan kita kepada hal – hal yang pernah membuat kita kecewa, tertawa atau menangis di masa lalu. Kamu tersentak. Kemudian hanya ada satu hal yang menghantui kepalamu : kuatkan dirimu. Lanjutkan apa yang ingin kamu lanjutkan, dan perbaiki apa yang sudah jelas salah.
            Sesederhana ini seharusnya aku menghargai masa lalu, sebagai kisah yang Tuhan pernah tuliskan untukku. Aku tidak akan pernah mengerti apa yang Tuhan mau rencanakan selanjutnya. Saat ini, di tahun yang baru, aku hanya termenung akan waktu yang bergerak maju begitu cepatnya.
            Kau tahu? Aku teringat banyak hal.

--------------------------

Hal pertama yang aku ingat : Tuhan pernah mempertemukan aku dengan sosok laki – laki yang begitu peduli, dan rela melakukan apa saja untukku. Sudah lama sekali, sekitar 5 tahun yang lalu. Semua yang terjadi diantara kami begitu indah sampai akhirnya aku memilih untuk melepasnya. Aku yakin dia masih menganggap aku wanita paling jahat di dunia karena meninggalkannya malam itu dengan wajah yang dingin tanpa rasa sesal. Tanpa ia tahu bahwa hanya ada satu hal yang aku pikirkan ketika meninggalkannya : setelah ini, kamu tidak akan dibuat marah, kecewa, bahkan bersedih oleh wanita yang sama, aku. Setelah ini kamu tidak perlu berpura – pura menjadi orang lain hanya untuk memuaskan aku yang kekanak-kanakan ini. Kamu menggerutu sambil menahan air mata dan berkata “Rasa bosan dalam pacaran itu biasa !”.
Aku bukan wanita yang baik, tapi aku belajar untuk tulus kepada orang – orang disekitarku. Bagiku, baik dan tulus itu dua hal yang berbeda.  Aku mampu menjadi sang ‘baik’ hanya dengan terus menerus menahanmu bersamaku, menciptakan suasana yang munafik diantara kita berdua, kemudian berpura – pura bahagia atas hubungan yang sudah tidak kita butuhkan lagi.
Dan aku belajar untuk tulus, ketika aku benar – benar berpikir tentang kebaikanmu. Aku tidak ingin masalahmu bertambah karenaku. Tidak usah kamu bepikir tentang masalahku. Biarkan itu menjadi urusanku.
Orang – orang berkata dengan mudahnya “Jangan menyerah dengan hubunganmu. Berbahagialah dengan memaafkan kesalahan dan pertengkaran yang pernah ada dan mulai lagi dari nol !” tanpa berpikir bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa aku perbaiki sendiri. Itulah mengapa manusia serakah dan egois ketika mereka memilih untuk menebang hutan paru – paru dunia dan menggantinya dengan gedung pencakar langit. Aku lah manusia yang serakah dan egois itu. Akulah manusia yang berpikir tentang betapa pentingnya gedung pencakar langit itu dibangun karena manusia pasti membutuhkannya untuk industri, untuk perekonomian dunia, untuk perut manusia yang lapar dan penuh akan nafsu. Apakah dibangunnya gedung pencakar langit seburuk itu? Mungkin iya bagi beberapa orang. Namun tidak juga bagi beberapa lainnya.

------------------------------

Hal kedua yang aku ingat : Tuhan juga pernah mempertemukanku dengan sosok laki – laki yang siap melindungiku dan begitu menyayangiku. Begitu banyak perbedaan diantara kita, diantara isi kepala kita. Awalnya itu bukan masalah bagiku. Namun seiring berjalannya waktu, rupanya itulah sumber utama masalah. Kau tahu, terkadang kita tidak bisa mengerti dengan cara seseorang menunjukkan rasa sayangnya terhadap kita. Aku hanya tidak bisa menerima cara yang ia lakukan terhadapku, terlepas dari segala perbedaan dan restu keluarga yang tidak kami dapatkan.
Satu hal yang aku tahu, dia tidak mau lagi mengenalku. Hanya itu. Dia tidak marah, hanya saja dia ingin lepas dari aku yang menjadi masa lalu terpahit baginya.
Pada titik ini aku sangat sadar bahwa seseorang yang kita kenal sekarang akan menjadi seseorang yang berbeda seiring berjalannya waktu. Bukan karena dia berubah. Belum tentu.
Hal ini bisa terjadi ketika seseorang tidak menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya sewaktu kita berjumpa dengannya diawal. Manusia selalu mengenakan topeng untuk kesan pertama yang baik. Itu tidak salah. Hanya saja topeng itu tidak perlu kau kenakan lama – lama. Tidak semua orang di dunia ini siap menerima kekurangan orang lain, termasuk aku.

---------------------------------------

Apakah kalian pernah berada pada suatu masa, dimana kalian benar – benar harus merelakan seseorang yang begitu dekat dengan kalian? Keinginan untuk merelakan itu muncul karena keadaan. Iya, kan?
Aku tahu persis rasanya. Ah, tapi sesekali aku ingin mendengar cerita orang lain tentang kehilangan. Mungkin aku bisa belajar banyak dari orang lain ketimbang belajar dari pengalamanku sendiri. Aku muak berguru pada pengalaman yang hanya mengingatkanku pada hal – hal yang berusaha aku lupakan. Meski mau tidak mau, aku tetap harus berguru pada masa laluku agar tidak jatuh di lubang yang sama.
Sekarang, di tahun yang baru, aku berusaha untuk mengurangi resiko – resiko kehilangan itu.

Dan...Entahlah. Aku rasa aku mulai belajar menyayangi seseorang.

Iya, masih belajar. aku sedang menikmati proses belajar ini. Aku benar – benar bahagia. Setidaknya diantara banyak keraguan dikepalaku, aku tidak pernah merasa seyakin ini untuk belajar memahami seseorang.
Karena aku tidak mau kehilangan lagi, maka aku berpikir keras untuk tidak jatuh pada jurang kehilangan itu. Aku cukup takut dengan ketinggian. Dan bagiku, untuk memahami seseorang itu butuh waktu seumur hidup. Terkadang aku berpikir betapa congkaknya aku yang berusaha memahami orang lain diluar diriku. Karena sejatinya manusia hanya memikirkan dirinya sendiri, bukan? Aku rasa kamu tidak akan pernah memahami siapapun kecuali dirimu sendiri. Yang manusia lakukan selama ini hanyalah mengenal manusia lainnya, tanpa benar – benar bisa memahami seutuhnya. Ada bagian – bagian tertentu dari diri orang lain yang tidak bisa kamu pahami. Tapi tak apa. Tugas kita bukan untuk memahami seseorang seutuhnya, karena butuh waktu yang tidak sedikit untuk memahami seseorang secara utuh, bukan?

Ahh...
Mungkin itulah mengapa aku berusaha memahami dia.
Karena aku tau, aku akan melakukan itu seumur hidupku.

Kiky - 1 Januari 2016. Kepada matahari yang tersenyum, setelah cahaya langit menari di malam tahun baru.

Senin, 26 Desember 2016

secarik cinta yang akan aku dapatkan

           Aku percaya Tuhan yang menciptakan akal adalah Tuhan yang sama menciptakan hati. Aku salah ketika memaksa diri untuk memilih salah satu diantaranya : akal dan hati.

Sial. Aku bukan orang yang setega itu untuk memisahkan keduanya.

Aku berpikir keras agar cinta yang kelak kudapatkan, bukan sekedar cinta yang penuh buaian seperti novel – novel yang selama ini aku baca. Ah, bukankah dunia fantasi jauh lebih indah dari realita? Tapi bukan seperti itu yang aku inginkan. Cinta yang ingin aku dapatkan, adalah cinta yang pantas karena aku berusaha untuk memantaskan diri.

Untuk urusan cinta, aku berusaha untuk meletakkan pondasinya sebaik mungkin. Agar cinta yang aku harapkan tidak dihantui oleh rasa takut yang sama, yaitu takut kehilangan. Bahkan setelah menempuh perjalanan yang indah nan pahit bersama masa lalu, aku tetap tidak mau menempatkan cinta sebagai wadah bahagia semata. Atau menempatkan cinta sebagai sarana mabuk kepayang bersama seseorang, kemudian kamu dibuat lupa diri karena dunia terasa indah bak di surga.

Lebih dari itu, aku berharap cinta datang karena proses yang mendewasakan.

Bukannya aku takut jatuh cinta. Menurutku, tidak semudah itu untuk memberikan kepastian atas sesuatu yang bisa saja menghilang seperti cinta. Kau tahu, kita tahu, semua yang pernah terlibat dalam masa lalu kita tahu. Bahwa cinta seperti bekas hujan di pagi hari. Ia bisa menguap dan menghilang bagai makhluk tak berdosa. Para aktor yang pernah singgah dalam cerita masa lalumu, adalah bukti bahwa cinta bisa hilang bahkan tergantikan dengan mudahnya oleh sosok yang baru. Di titik ini, aku tidak mau menyangkal bahwa aku pernah begitu menyayangi seseorang di masa laluku. Tapi lihat sekarang? Aku berhenti menyayanginya. Aku memilih untuk melupakan dia.

Iya. Bukan kenangannya, tapi orangnya.

          Semua ini sederhana. Aku hanya ingin bertanggung jawab atas kalimat cinta yang aku ucapkan. Aku takut ketika aku tidak bisa mempertangungjawabkan apa yang aku ucapkan. Manusia kerapkali memaknai dua insan yang saling mencintai sebagai subjek yang terikat. Begitu mudahnya mengucapkan ‘aku cinta kamu’ setiap hari kepada pasangan. Lantas, jika lidahku mampu mengucapkannya saat ini, apakah aku mampu mempertanggungjawabkan kalimat itu kepada pasanganku kelak?

 Bertanggung jawab, itu artinya aku rela susah bersamanya. Bersedia menerima kekurangannya. Menjadi pendengar pertama di setiap keluh kesahnya dan ikut menangis bersamanya. Menjaganya dari segala bahaya dan siapapun yang tega menyakitinya.

  Aku rasa aku masih pecundang untuk menjadi orang yang bertanggung jawab.

           Sudahlah. Pada akhirnya aku sepakat bahwa cinta itu perkara apa yang sudah, sedang, dan akan kamu lakukan terhadap pasanganmu. Belajar untuk mencintai seseorang butuh waktu seumur hidup. Bagaimana mungkin kamu mengaku dirimu sudah mencintai seseorang dengan sepenuh hati, jika kamu tidak melakukan itu seumur hidupmu? Kamu belum bisa dikatakan berhasil sampai kamu membuktikan konsistensimu untuk bertahan dengannya dengan segala perubahan yang terjadi diantara kalian.

      Aku memilih diam dan bergumam dalam hati bahwa aku berusaha menjadi yang terbaik. Sesederhana ini aku memaknai cinta. Dangkal memang, Kalian boleh tidak sepakat tentang ini. Aku mungkin tidak akan mengatakan ‘aku sayang kamu’ apalagi ‘aku mencintai kamu’ kepada pasanganku. Bukan berarti aku tidak benar – benar menyayangi dan mencintainya. Aku rasa semua sudah tergambar jelas ketika kita tertawa bahagia dengan pasangan kita. Beberapa detik setelah senyum kita merekah, saat itulah kita dibuat jatuh cinta.

         “Lalu Apa? Setelah kamu tertawa bahagia dan berhasil dibuat jatuh cinta meski hanya beberapa detik? Apa yang mau kamu lakukan dihidupmu bersamanya?“

Suara – suara dikepalaku menggumam lagi.

      “Mabuk kepayang itu mudah. Kamu bisa menciptakan itu setiap saat. Yang sulit adalah mempertahankan dirimu ketika ombak besar menerjang hubungan yang kamu bangun susah payah. Kamu hanya akan mengutuk keadaan yang tidak seindah dulu”

Ah. Aku benci mengatakan kalimat yang satu ini. Perubahan. Karena aku tidak begitu suka beradaptasi dengan situasi yang baru. Kembali pada hipotesa awal tentang akal dan hati yang harus aku seimbangkan. Dalam menghadapi perubahan yang tak aku inginkan itu, aku memilih untuk memikirkan akhir dari semua ini. Aku tidak terlalu memikirkan ‘awalan’ sebagaimana yang dipikirkan orang - orang pada umumnya. Agak aneh memang.

Akhir dari semua yang ingin aku capai adalah bahagia. Titik.

 Ketika aku memikirkan sebuah akhir, aku akan memikirkan hal – hal teknis dalam proses yang akan aku jalani. Proses yang akan aku nikmati. Tentu saja aku menciptakannya dengan caraku sendiri. Hatiku tidak bermain sendiri, karena akalku ikut memainkan perannya untuk memikirkan kemungkinan – kemungkinan yang bisa terselesaikan dengan logika. Aku rasa, mereka mencoba untuk bersatu dan tidak bermusuhan disini. Aku harap kali ini berhasil.

 Satu lagi. Aku harap aku mampu mencintai diriku sendiri, karena nampaknya selama ini aku tidak begitu mencintai aku. Darimana aku mulai mencintai diriku sendiri? Dengan memperbaiki diri? Ah. Menarik.

 Semoga Tuhan menjadikanku wanita yang baik. Bukan karena aku sudah baik, tapi karena aku berusaha memperbaiki diri.

Setidaknya aku harus mencintai diriku sendiri sebelum pantas mencintai orang lain.

Selamat malam
Kiky. 26 Desember 2016, di tengah hujan yang direncanakan Tuhan.