Selasa, 26 Juli 2016

Syukurlah, semua ini pernah terjadi.

Source : Google

Aku ingat ketika salah seorang teman bercerita tentang keluarganya yang tidak seindah dulu. Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan maut. Wanita itu seolah kehilangan alasan untuk terus berjuang dalam hidup. Ia tidak tahu harus mempersembahkan kalung wisudanya kelak kepada siapa, kalau bukan kepada orangtuanya. Ia tidak tahu kepada siapa ia perkenalkan calon suaminya, kalau bukan kepada orangtuanya. Ia benar-benar tidak tahu.

Hebatnya. Sampai detik ini ia menjadi volunteer dan donatur tetap dari sebuah panti asuhan. Ia tahu persis bagaimana rasanya tidak memiliki orangtua. Mungkin itulah letak empati terbesarnya untuk menjadi volunteer dan donatur panti asuhan tersebut. Aku juga ikut menjadi donatur berkat ajakan dia. Meski apa yang aku sumbangkan sangat tidak seberapa, namun aku yakin usahaku ini tidak akan sia-sia untuk membahagiakan anak-anak yatim itu.

Aku dan temanku itu, sama-sama telah melewati suatu fase kehidupan. Yaitu fase dimana kita kehilangan apa yang berharga di hidup ini. Kehilangan adalah hal paling menyakitkan yang pernah ku alami. Aku pernah kehilangan Ibu, yang kepadanya aku sangat ingin persembahkan kesuksesanku. Aku pernah kehilangan sosok teman, yang kepadanya aku ingin berkeluh kesah serta berbagi tawa dan cerita, yang hanya dimengerti oleh kami. Aku pernah kehilangan sosok lelaki yang aku harapkan akan membantuku menyusun kerangka rumah tangga bersama. Entah kehilangan apalagi yang harus aku hadapi, dan aku benci mempertanyakan satu hal ini setiap kali aku memikirkannya : sudah siapkah aku untuk kehilangan? Lagi?

Setiap kali aku memikirkannya, aku semakin menghindari untuk menjawab pertanyaan itu. Mungkin karena aku sudah tau jawabannya, atau bisa jadi karena aku memang takut untuk menghadapinya sehingga aku buang pikiran itu jauh-jauh dengan tidak memperdebatkan jawabannya.

Tapi begini, aku menjadi pribadi yang berbeda dan jauh lebih baik berkat pengalaman-pengalaman menyakitkan itu.

Jika dulu Tuhan tidak membuat mamaku meninggal, mungkin aku sekarang akan menjalani hidup tanpa mengerti betapa berartinya menjaga orang-orang yang aku punya sekarang.

Dan jika dulu Tuhan tidak mempertemukan aku dengan orang yang salah, mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan orang yang jauh lebih baik sekarang.

Mungkin jika temanku tidak mengalami kehilangan kedua orangtuanya, ia tidak akan seperti sekarang dengan jiwa malaikatnya menyelamatkan puluhan anak-anak yatim itu untuk makan, bersekolah, dan hidup bahagia setidaknya sampai mereka di adopsi.


Sampai disini, aku menyadari suatu hal. Terkadang Tuhan membiarkan masa lalu itu terjadi pada kita. Pahit ataupun manis. Sakit ataupun bahagia. Untuk mencapai fase tertentu dalam kehidupan, kita harus melewatinya.

Peristiwa yang dulu tak ku inginkan, bahkan peristiwa yang meninggalkan trauma mendalam, Nyatanya aku bersyukur karena itu semua pernah terjadi. Yes, the past could be the worst nighmare you've ever seen. So you dont have to run away from it. Just learn something from those nightmare, then you can prepare your better future.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.