Minggu, 01 Januari 2017

Butuh Waktu. Selamanya?

            Selalu ada celah untuk menghargai masa lalumu. Kadang sesuatu disekitar kita mengingatkan kita kepada hal – hal yang pernah membuat kita kecewa, tertawa atau menangis di masa lalu. Kamu tersentak. Kemudian hanya ada satu hal yang menghantui kepalamu : kuatkan dirimu. Lanjutkan apa yang ingin kamu lanjutkan, dan perbaiki apa yang sudah jelas salah.
            Sesederhana ini seharusnya aku menghargai masa lalu, sebagai kisah yang Tuhan pernah tuliskan untukku. Aku tidak akan pernah mengerti apa yang Tuhan mau rencanakan selanjutnya. Saat ini, di tahun yang baru, aku hanya termenung akan waktu yang bergerak maju begitu cepatnya.
            Kau tahu? Aku teringat banyak hal.

--------------------------

Hal pertama yang aku ingat : Tuhan pernah mempertemukan aku dengan sosok laki – laki yang begitu peduli, dan rela melakukan apa saja untukku. Sudah lama sekali, sekitar 5 tahun yang lalu. Semua yang terjadi diantara kami begitu indah sampai akhirnya aku memilih untuk melepasnya. Aku yakin dia masih menganggap aku wanita paling jahat di dunia karena meninggalkannya malam itu dengan wajah yang dingin tanpa rasa sesal. Tanpa ia tahu bahwa hanya ada satu hal yang aku pikirkan ketika meninggalkannya : setelah ini, kamu tidak akan dibuat marah, kecewa, bahkan bersedih oleh wanita yang sama, aku. Setelah ini kamu tidak perlu berpura – pura menjadi orang lain hanya untuk memuaskan aku yang kekanak-kanakan ini. Kamu menggerutu sambil menahan air mata dan berkata “Rasa bosan dalam pacaran itu biasa !”.
Aku bukan wanita yang baik, tapi aku belajar untuk tulus kepada orang – orang disekitarku. Bagiku, baik dan tulus itu dua hal yang berbeda.  Aku mampu menjadi sang ‘baik’ hanya dengan terus menerus menahanmu bersamaku, menciptakan suasana yang munafik diantara kita berdua, kemudian berpura – pura bahagia atas hubungan yang sudah tidak kita butuhkan lagi.
Dan aku belajar untuk tulus, ketika aku benar – benar berpikir tentang kebaikanmu. Aku tidak ingin masalahmu bertambah karenaku. Tidak usah kamu bepikir tentang masalahku. Biarkan itu menjadi urusanku.
Orang – orang berkata dengan mudahnya “Jangan menyerah dengan hubunganmu. Berbahagialah dengan memaafkan kesalahan dan pertengkaran yang pernah ada dan mulai lagi dari nol !” tanpa berpikir bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa aku perbaiki sendiri. Itulah mengapa manusia serakah dan egois ketika mereka memilih untuk menebang hutan paru – paru dunia dan menggantinya dengan gedung pencakar langit. Aku lah manusia yang serakah dan egois itu. Akulah manusia yang berpikir tentang betapa pentingnya gedung pencakar langit itu dibangun karena manusia pasti membutuhkannya untuk industri, untuk perekonomian dunia, untuk perut manusia yang lapar dan penuh akan nafsu. Apakah dibangunnya gedung pencakar langit seburuk itu? Mungkin iya bagi beberapa orang. Namun tidak juga bagi beberapa lainnya.

------------------------------

Hal kedua yang aku ingat : Tuhan juga pernah mempertemukanku dengan sosok laki – laki yang siap melindungiku dan begitu menyayangiku. Begitu banyak perbedaan diantara kita, diantara isi kepala kita. Awalnya itu bukan masalah bagiku. Namun seiring berjalannya waktu, rupanya itulah sumber utama masalah. Kau tahu, terkadang kita tidak bisa mengerti dengan cara seseorang menunjukkan rasa sayangnya terhadap kita. Aku hanya tidak bisa menerima cara yang ia lakukan terhadapku, terlepas dari segala perbedaan dan restu keluarga yang tidak kami dapatkan.
Satu hal yang aku tahu, dia tidak mau lagi mengenalku. Hanya itu. Dia tidak marah, hanya saja dia ingin lepas dari aku yang menjadi masa lalu terpahit baginya.
Pada titik ini aku sangat sadar bahwa seseorang yang kita kenal sekarang akan menjadi seseorang yang berbeda seiring berjalannya waktu. Bukan karena dia berubah. Belum tentu.
Hal ini bisa terjadi ketika seseorang tidak menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya sewaktu kita berjumpa dengannya diawal. Manusia selalu mengenakan topeng untuk kesan pertama yang baik. Itu tidak salah. Hanya saja topeng itu tidak perlu kau kenakan lama – lama. Tidak semua orang di dunia ini siap menerima kekurangan orang lain, termasuk aku.

---------------------------------------

Apakah kalian pernah berada pada suatu masa, dimana kalian benar – benar harus merelakan seseorang yang begitu dekat dengan kalian? Keinginan untuk merelakan itu muncul karena keadaan. Iya, kan?
Aku tahu persis rasanya. Ah, tapi sesekali aku ingin mendengar cerita orang lain tentang kehilangan. Mungkin aku bisa belajar banyak dari orang lain ketimbang belajar dari pengalamanku sendiri. Aku muak berguru pada pengalaman yang hanya mengingatkanku pada hal – hal yang berusaha aku lupakan. Meski mau tidak mau, aku tetap harus berguru pada masa laluku agar tidak jatuh di lubang yang sama.
Sekarang, di tahun yang baru, aku berusaha untuk mengurangi resiko – resiko kehilangan itu.

Dan...Entahlah. Aku rasa aku mulai belajar menyayangi seseorang.

Iya, masih belajar. aku sedang menikmati proses belajar ini. Aku benar – benar bahagia. Setidaknya diantara banyak keraguan dikepalaku, aku tidak pernah merasa seyakin ini untuk belajar memahami seseorang.
Karena aku tidak mau kehilangan lagi, maka aku berpikir keras untuk tidak jatuh pada jurang kehilangan itu. Aku cukup takut dengan ketinggian. Dan bagiku, untuk memahami seseorang itu butuh waktu seumur hidup. Terkadang aku berpikir betapa congkaknya aku yang berusaha memahami orang lain diluar diriku. Karena sejatinya manusia hanya memikirkan dirinya sendiri, bukan? Aku rasa kamu tidak akan pernah memahami siapapun kecuali dirimu sendiri. Yang manusia lakukan selama ini hanyalah mengenal manusia lainnya, tanpa benar – benar bisa memahami seutuhnya. Ada bagian – bagian tertentu dari diri orang lain yang tidak bisa kamu pahami. Tapi tak apa. Tugas kita bukan untuk memahami seseorang seutuhnya, karena butuh waktu yang tidak sedikit untuk memahami seseorang secara utuh, bukan?

Ahh...
Mungkin itulah mengapa aku berusaha memahami dia.
Karena aku tau, aku akan melakukan itu seumur hidupku.

Kiky - 1 Januari 2016. Kepada matahari yang tersenyum, setelah cahaya langit menari di malam tahun baru.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.